Senin, 11 Juli 2011

Ibu Tersayang

Dengan hangat Ia menyeka dengan lembutnya, menatap kedua bola mataku yang sedari tadi dibanjiri bening. Beberapa detik kemudian Ia mencium keningku dan memelukku erat.  Dengan lantang Ia berkata, “ ibu pergi hanya sebentar sayang, putri harus sabar…”  mulutku hanya bergumam, merintih kesakitan. Tangisanku semakin pecah jika malam itu Ibu harus meninggalkanku. Aku memang tak mengerti apa yang terjadi.
Malam itu, rasanya aku tak ingin mengalaminya. Aku membenci suasana ini. Mengapa disekelilingku tak ada yang mengajak Ibu untuk tidak pergi. Mereka hanya membisu dengan menatapku iba. “ Putri harus sabar, semua ini ujian dari Allah…”  
“ ibuuuuuuuuuuuuu…” Ucapku lirih.
“ maafkan Ibu… doakan ibu ya put semoga sehat” dengan hangat ibu memelukku.
“ ibuuu, jangan pergi… “ Jawabku semakin lirih.

Semua pasang mata melihat ekspresi alami kami berdua. Mereka hanya membisu. Tiba akhirnya, Ibu harus pergi meninggalkan aku dan orang-orang disekelilingku.  Saatnya Ibu berpamitan dan meninggalkan rumah kami. Bapak hanya mengantarkan barang-barang Ibu menuju mobil. Dan tak lupa Ibu berpamitan dengan bapak.

***

Berhari-hari, berminggu-minggu aku lalui tanpa sosok Ibu. Sosok yang selalu menghangatkanku. Di rumah . Tetapi, mereka tak ada yang mempedulikan Ibu. Mereka hanya mementingkan diri mereka masing-masing, asalkan keinginannya terpenuhi.  Aku memang anak bungsu, yang selalu dekat dengan Ibu.

 to be continue--------->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar